Pada tanggal 21-23 Februari 2023, UNESCO menyelenggarakan konferensi global “Internet for Trust” untuk mendiskusikan draf panduan untuk regulasi platform digital terkait moderasi konten dan kebebasan berekspresi. Konferensi ini dihadiri oleh 4300 peserta secara offline maupun online.
Konferensi Global “Internet of Trust” menghadirkan berbagai pemangku kepentingan seperti pemerintah, regulator independen, perusahaan digital, akademisi, komunitas teknis, dan masyarakat sipil. Di antara isu yang diangkat adalah bagaimana membuat platform lebih transparan dan memiliki kebijakan dan praktik tata kelola konten yang konsisten dengan standar hak asasi manusia; mencapai keseimbangan antara AI dan moderasi konten yang dilakukan oleh manusia; mendorong keterlibatan yang lebih besar dari masyarakat sipil, pemuda, pemberi pengaruh, dan aktor lainnya dalam membentuk internet yang lebih terpercaya.
Konferensi global ini dibuka oleh Audrey Azoulay, Director-General of UNESCO dan pidato yang menginspirasi dari Maria Ressa, Nobel Peace Prize and 2021 UNESCO/Guillermo Cano Press Freedom Prize untuk memanggil platform digital menjadi bagian melawan konten yang berpotensi merusak hak asai manusia dan demokrasi.
Diskusi diawali dengan menekankan kepada platform digital untuk melindungi ruang public dan ekosistem informasi dari manipulasi, ujaran kebencian, kekerasan dan konten lainnya yang merusak demokrasi dan masyarakat. Dalam diskusi ini juga melihat peran influencers untuk mengajak mereka memanfaatkan kekuatannya untuk meningkatkan kualitas dari informasi di dunia online. Diskusi ini diikuti beberapa diskusi panel dengan peserta yang menyoroti kebutuhan untuk meminta pertanggungjawaban pemerintah dan regulator mengikuti standar hak asasi manusia dalam meregulasi platform digital.
Masukan-masukan yang muncul dari berbagai diskusi panel dan komentar dari para peserta yang hadir, akan dianalisis dalam beberapa bulan mendatang. Dalam forum, ECPAT Indonesia juga menyoroti tentang permasalahan konten pelecehan seksual terhadap anak / child sexual abuse material (CSAM). Dimana menurut Internet Watch Foundation (IWF), sejak 2019, terjadi peningkatan 1.058% dalam jumlah web yang menampilkan gambar dan video pelecehan seksual anak-anak berusia 7-10 tahun yang telah direkam melalui perangkat yang terhubung ke internet, sering kali hal ini dilakukan oleh predator yang telah menghubungi mereka secara online. Adapun masukan yang kami berikan terkait CSAM adalah sebagai berikut:
- Pedoman diharapkan dapat mendesak platform media sosial untuk memiliki moderator konten manusia yang memahami konten berbahaya terkait dengan pelanggaran hak anak, karena terkadang sulit untuk mengidentifikasi konten semacam ini jika moderator konten manusia tidak memiliki perspektif hak anak.
- Sebagai bentuk pencegahan, edukasi yang dilakukan platform media sosial perlu menyasar anak usia dibawah 13 tahun yang dianggap belum menjadi pengguna sosial media. Pada kenyataanya mereka sudah aktif menggunakan gadget dan media sosial orang tuanya sehingga perlu juga diintervensi.
- Platform digital harus memiliki sistem/mekanisme yang kuat untuk mengidentifikasi konten pelecehan seksual terhadap anak di internet. Sebagai contoh, seringkali konten pelecehan seksual terhadap anak tersebar di media sosial disimpan melalui sebuah link, sehingga gambar tidak terlihat secara eksplisit. Platform digital harus memiliki kebijakan bagaimana menangani kasus seperti ini.
- Platform digital harus memiliki kerjasama yang kuat dengan pemerintah ketika mereka menerima konten pelecehan seksual terhadap anak atau konten berbahaya lainnya yang berkaitan dengan anak agar dapat ditindak lanjuti.
Kami berharap dengan adanya konferensi global ini dapat memperkuat kebijakan dan praktik tata kelola konten di platform digital menjadi lebih baik terutama dalam menangani kasus-kasus pelecehan seksual terhadap anak.
UNESCO akan terus menerima komentar/masukan tentang panduan untuk regulasi platform digital terkait moderasi konten dan kebebasan berekspresi hingga 8 Maret melalui website berikut https://www.unesco.org/en/internet-conference/guidelines. Draf terbaru diharapkan akan selesai pada akhir Maret 2023.
Dalam rangkaian konferensi ini, juga diadakan pertemuan dimana ECPAT Indonesia terlibat didalamnya sebagai anggota dari koalisi Demokratisasi dan Moderasi Konten Indonesia (DAMAI). Koalisi ini terbentuk atas dukungan dari UNESCO dalam proyek Social Media for Peace. Koalisi tidak hanya di Indonesia, melainkan juga di bentuk di Bosnia and Herzegovina, Kenya and Colombia. Pertemuan ini salah satunya bertujuan untuk berbagi praktik terbaik antara koalisi di berbagai negara dan mengetahui isu global tentang regulasi platform digital.
Penulis:
Oviani Fathul Jannah
Project Manager